A. KASUS PENCEMARAN
Salah satu fungsi dari raksa adalah sebagai bahan penambangan emas, yaitu pada saat pengolahan bijih emas. Namun pengolahan emas dengan menggunakan raksa sangat berbahaya karena dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang sangat merugikan bahkan hingga mampu menelan korban jiwa. Sebagaimana kasus pencemaran yang terjadi di Teluk Buyat pada beberapa tahun lalu. Berikut kutipan laporan dari wartawan Republika Sandhi Eko Bramono tentang merkuri dan arsen di teluk buyat;
Merkuri dan Arsen di Teluk Buyat
Republika Online
Laporan : Sandhi Eko Bramono
Peristiwa pencemaran yang terjadi di Teluk Buyat, Sulawesi Utara, akhir- akhir ini cukup memberikan keprihatinan yang mendalam bagi bangsa Indonesia.Penyebabnya adalah pencemaran air laut akibat logamberat arsen (As) dan merkuri (Hg) yang telah melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan. PT Newmont Minahasa Raya merupakan perusahaan yang dituding sebagai biang keladi pencemaran ini, karena membuang tailing (batuan dan tanah sisa ekstraksi bijih emas) ke dasar laut di Teluk Buyat. Tak pelak lagi, tragedy Minamata yang pernah terjadi di Jepang pada era 1960-an, dapat terulang di Indonesia saat ini. Saat itu, terjadi pencemaran merkuri dalam kadar yang tinggi di Teluk Minamata, Jepang. Dampaknya, masyarakat sekitar yang mengonsumsi ikan menderita penyakit gangguan syaraf dan kanker yang terjadi setelah sekian belas tahun perusahaan batu baterai dan aki yang ada di sana beroperasi. Haruskah ini terulang di Indonesia?
Kandungan tailing
Tailing merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga. Tailing dihasilkan dalam jumlah yang luar biasa besar dari segi volume, mengingat dalam 1 ton tanah yang mengandung bijih emas, hanya terdapat 0.001 ton emas murni! Dapat dibayangkan bahwa akan tersisa 0.999 ton tanah (yang dikenal sebagai tailing) serta membutuhkan penanganan lanjut setelah kegiatan penambangan tersebut. Tailing tidak hanya berisi tanah dan batuan, namun juga mengandung unsur-unsur logam berat lainnya yang tidak ekonomis untuk diekstraksi dari kawasan pertambangan tersebut, seperti alumunium (Al), antimony (Sb), dan timah (Sn). Sesungguhnya logam-logam ini terdapat dalam jumlah yang sangat terbatas dan rendah dalam tailing. Namun volume tailing yang sangat besar, menjadikan kuantitas yang ada akan cukup besar, serta dapat memberikan dampak negatif jika dibuang tanpa pengolahan yang tepat sebelumnya. Sedangkan merkuri dan arsen berasal dari bahan kimia yang ditambahkan selama proses pengekstraksian bijih emas yang dilakukan. Senyawa arsenik digunakan sebagai bahan tambahan untuk mengikat emas dengan lebih baik (senyawa amalgam) dalam kadar yang lebih tinggi. Namun setelah emas terikat pada arsen, dilakukan proses pemanggangan (roasting) bijih emas yang telah terikat arsen tersebut. Saat proses pemanggangan, arsen akan terlepas sebagai gas dan terjadi reduksi konsentrasi arsen dalam bijih tersebut. Proses pengolahan gas buang hasil pemanggangan dilakukan dengan penyemprotan (scrubbing) pada alat pengendali pencemaran udara wet scrubber. Air yang berperan sebagai scrubber dalam proses tadi masih membutukan penanganan lebih lanjut sebelum dibuang ke laut bersama sisa tailing yang ada. Senyawa merkuri juga digunakan sebagai senyawa amalgam untuk emas (membantu pengikatan emas) dalam tailing yang akan diekstraksi. Tailing yang mengandung bijih emas akan terikat bersama merkuri. Untuk mengurangi kadar merkuri pada pengolahan tailing tersebut, umumnya dilakukan pemerasan dengan menggunakan fabric filter. Merkuri sisa perasan yang tersisa dalam bentuk cair tersebut, juga harus diolah lebih lanjut. Kandungan merkuri dan arsen yang terdapat dalam tailing itu sendiri juga harus diperhatikan, mengingat recovery percentage dari arsen maupun merkuri tidak akan pernah mencapai 100 persen.
Pembuangan ke dasar laut
Teknologi pembuangan ke dasar laut sudah sejak lama ditinggalkan di beberapa negara maju, termasuk di Amerika Serikat. Fenomena transpor dan transformasi dari berbagai jenis logam yang terkandung di dalam tailing, cukup sulit untuk diprediksi dan dimodelkan dalam simulasi komputer. Hal ini lebih disebabkan oleh keberagaman jenis logam yang ada di dalam kandungan tailing, serta parameter fisika-kimia-mikrobiologi air laut yang cukup beragam dan bersifat stokastik. Meskipun pembuangan dilakukan pada kedalaman hingga ratusan meter dan beberapa puluh kilometer dari bibir pantai, dampak yang ditimbulkan dapat memberikan efek negatif pada biota laut, yang akan menimbulkan dampak buruk pula bagi manusia dan kesehatannya. Hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan, pembuangan ke dasar laut sudah ditinggalkan oleh negara-negara maju saat ini. Sebelum tailing dibuang ke dasar laut, parameter fisika, kimia, dan mikrobiologi air laut mutlak untuk dipertimbangkan. Namun, pembuangan ke laut bukan berarti tidak terdapat suatu pengolahan pendahuluan untuk tailing. Tailing harus diolah hingga suatu tingkat yang aman dibuang ke laut sebagai lokasi pembuangan akhir. Oleh karenanya, konsep dalam pembuangan tailing ke dasar laut adalah melakukan pengolahan pendahuluan (pretreatment) dengan tujuan untuk meminimasi dan imobilisasi logam-logam berat yang terkandung dalam tailing. Dengan hal ini, sangat diharapkan terjadi minimasi dari pelarutan kembali logam-logam berat yang sebelumnya telah terimobilisasi dalam tailing. Karakteristik fisika, kimia, dan mikrobiologi air laut Karakteristik fisika mencakup kecepatan arus, arah arus, dan temperatur air laut. Faktor-faktor ini akan memberikan gambaran mengenai arah persebaran dan konsentrasi dari logam-logam yang terkandung dalam air laut dalam kurun waktu setelah pembuangan tailing ke laut. Simulasi dengan komputer harus dilakukan, untuk mempertegas bahwa logam-logam berat yang terkandung dalam tailing akan tersebar di air laut pada radius yang terbatas dan dalam konsentrasi yang kecil. Karakteristik kimia mencakup pengaruh pH, salinitas, kekuatan ionik,asiditas, alkalinitas, serta kompleksasi logam-logam berat oleh air laut, harus menjadi suatu bahan pertimbangan. Dalam hal ini, dibutuhkan suatu pemahaman mengenai proses kimia dalam air laut itu sendiri terhadap tailing, yang harus mampu meminimasi tingkat solubilitas (kelarutan) logam-logam berat pada tailing di air laut. Interaksi berbagai senyawa di air laut, yang didukung oleh kondisi dan karakteristik kimia air laut yang ada, akan menentukan kondisi logam-logam berat yang ada. Sangat diharapkan terjadi imobilisasi
dari logam-logam berat tersebut, sehingga disperse (persebaran) logam-logam berat dapat direduksi. Harus disimulasikan pula mengenai peluang terjadinya mobilisasi logam-logam berat setelah sebelumnya terimobilisasi. Sedangkan karakteristik mikrobiologi yang harus dipertimbangkan adalah adanya keberagaman mikroorganisme air laut yang dapat mempengaruhi mobilitas logam-logam berat yang ada dalam tailing. Beberapa jenis mikroorganisme mampu menghasilkan kondisi yang dapat melarutkan logam-logam berat. Dalam hal ini, akan terjadi persebaran logam – logam berat yang sebelumnya telah terimobilisasi.
Dampak lingkungan yang terjadi
Merkuri dan arsen akan terikat dan terakumulasi di dalam jaringan lem(liphophylic) biota-biota laut. Pelarutan logam-logam berat dalam tailing yang merupakan bentuk imobilisasi dari logam-logam tersebut, akan mudah terikat dalam jaringan biota laut, khususnya biota laut yang tinggal di dasar laut (benthos), seperti kerang, kepiting, dan udang. Biota-biota ini menghisap air laut dalam jumlah yang cukup tinggi untuk kemudian dilepaskan kembali sebagai cara untuk memperoleh makanannya. Kandungan arsen dan merkuri terlarut dalam air laut, akan memberikan akumulasi arsen dan merkuri pada jaringan tubuh biota-biota tersebut. Sedangkan ikan yang tidak tinggal di dasar laut juga akan mengalami akumulasi arsen dan merkuri dalam tubuhnya, meskipun tidak akan setinggi kadar dalam kerang, kepiting, dan udang. Kadar logam berat yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kematian mendadak pada biota-biota laut ini. Setelah terjadi tahapan ini, masyarakat harus diberitakan untuk tidak mengonsumsi biota-biota laut ini, yang akan memindahkan logam-logam berat yang beracun ini kepada manusia yang mengonsumsinya. Gejala keracunan awal yang dapat teramati pada manusia, adalah rasa gatal dan ruam-ruam pada bagian tubuh yang terkena air laut yang terkontaminasi oleh logam berat. Sedangkan dampak jangka pendek dari mengonsumsi biota laut yang tercemar logam berat, adalah gangguan berupa muntah-muntah dan mual. Dampak jangka panjangnya berupa gangguan sistem syaraf, penyakit kanker, dan gangguan reproduksi pada wanita. Hal ini sudah dialami oleh ratusan penduduk Jepang yang tinggal di sekitar Teluk Minamata pada tahun 1960-an. Jadi, apakah PT Newmont Minahasa Raya telah melakukan pengolahan pendahuluan untuk tailing dengan benar? Apakah karakteristik fisika, kimia, dan mikrobiologi air laut telah dipertimbangkan saat memutuskan untuk pembuangan ke dasar laut? Apakah kandungan logam-logam berat pada biota laut sudah diperiksa? Semoga saja ini semua segera mendapat penangan yang serius dari pemerintah, sehingga kasus yang sangat merugikan kesehatan masyarakat dan lingkungan akibat kegiatan penambangan semacam ini, dapat lebih mudah diidentifikasi, dapat dicegah secara dini, serta tidak akan terulang lagi. Semoga!
Anggota Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Teknik
Lingkungan Indonesia (IATPI)
Mahasiswa Pascasarjana Master of Environmental
Engineering Science, UNSW, Australia
Logam berat secara alamiah terdapat dalam air laut namun dalam jumlah yang sangat rendah. Kandungan ini dapat meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan perindustrian yang banyak mengandung logam berat masuk ke lingkungan. Dari jenis-jenis limbah ini, umumnya yang banyak mengandung logam berat adalah limbah industri. Hal ini disebabkan kerena senyawa senyawa atau unsur logam berat banyak dimanfaatkan dalam industri, baik sebagai bahan baku, katalisator maupun sebagai bahan tambahan. Secara umum sumber-sumber pencemaran logam berat adalah sebagai berikut:
Gambar 1.4 Sumber pencemaran logam berat ke manusia
Jika melihat gambar diatas maka manusia sangat rentan untuk tercemar logam berat karena hampir sebagian aktivitas manusia menghasilkan logam berat. Risiko akibat kegiatan manusia kini menjadi semakin tinggi karena jumlah penduduk meningkat, gaya hidup berubah, dan kerusakan/pencemaran lingkungan meningkat.
Industri memang berperan penting dalam proses pencemaran lingkungan terutama yang berwujud logam berat, secara ringkas pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri dapat dijelaskan oleh gambar berikut ini:
Gambar 1.5. Proses produksi industri
Secara sederhana proses masuknya limbah logam berat terutama merkuri ini adalah seperti yang digambarkan pada gambar disamping ini, dapat dipahami bahwa bila perairan telah tercemar dengan logam berat terutama merkuri akan mampu mencemari pula tumbuhan dan hewan-hewan dalam perairan tersebut dan akan mampu terakumulasi melalui proses rantai makanan. Contohnya ketika di dalam tubuh ikan kadarnya 6 ppm, di dalam tubuh burung pemakan ikan kadarnya naik menjadi 100 ppm dan akan meningkat terus sampai konsumen puncak.
Untuk mengetahui bahwa suatu daerah tercemar dengan merkuri atau tidak dapat dilakukan beberapa metode dibawah ini.
Pengukuran konsentrasi merkuri dilakukan secara kurva kalibrasi dengan mengukur absorban dari larutan standar dan larutan sampel.Absorban diamati dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 253,7 nm tanpa nyala (flameless) untuk merkuri (Hg) yang dilengkapi grafit furnace dan hybrid vapour generator, hal ini dikarenakan logam ini mudah menguap.
Sebagai elektrode kerja digunakan elektrode "rotating disc electrode/RDE-Au" dan sebagai elektrolit pendukung digunakan campuran larutan natrium klorida dan dinatrium etilendiamintetraasetat. Senyawa organik dalam sampel didestruksi dengan menggunakan campuran asam nitrat dan asam sulfat (1:2) dan dipanaskan pada suhu 60°C selama 4 jam, diikuti dengan radiasi dengan lampu raksa ultraviolet selama 2 jam. Setelah sampel dideaerasi selama 3 menit, dilakukan deposisi pada 370 mV selama 3 menit. Selusur potensial dilakukan pada rentang potensial 500 - 800 mV dengan laju selusur 40 mV/detik. Puncak arus difusi untuk raksa terletak pada potensia1683 mV dengan batas deteksi dan batas kuantisasi masing-masing sebesar 1,04 bpm dan 3,48 bpm.
D. DAMPAK
Ada tiga bentuk merkuri yang sangat berbahaya jika masuk ke tubuh manusia, yaitu logam merkuri, senyawa merkuri anorganik, senyawa merkuri organik.
• Logam merkuri
Uap merkuri sangat berbahaya karena sangat beracun. Meskipun tekanan uap merkuri kecil dengan cepat uap merkuri meninggalkan permukaan merkuri yang terbuka. Uap merkuri yang terhirup segera masuk ke dalam darah. Jika sampai ke otak, akan merusak jaringan otak.
• Senyawa Merkuri Anorganik
Hanya sernyawa merkuri yang melarut dapat menyebabkan keracunan. Merkuri (II) oksida berwarna kuning yang tidak melarut, sejak dahulu digunakan sebagai salah satu komponen salep mata. Sebaliknya merkuri (II) nitrat yang melarut digunakan pada manufaktur topi. Ditemukan banyak karyawan pabrik, menderita penyakit. Gigi menjadi ompong, badan gemetar dan menderita penyakit jiwa. Oleh karena itu ada pribahasa “gila seperti tukang topi” (mad as hatter). Merkuri anorganik cenderung berakumulasi di hati dan di ginjal. Dalam jumlah yang sedikit, mungkin tidak berbahaya karena dapat keluar bersama urine, namun dalam jumlah banyak akan sangat berbahaya.
• Senyawa Merkuri Organik.
Di dalam tubuh manusia merkuri dapat mengganggu enzim. Merkuri bereaksi dengan thio-Sh dalam protein enzim sehingga menghentikan reaksi kimia penting. Banyak dampak yang dapat ditimbulkan oleh merkuri, yaitu antara lain :
1. ketidaksuburan pada wanita maupun pria dan kecacatan bayi
2. menyebabkan kanker
3. peradangan dan gangguan saluran pernafasan
4. gangguan saraf (tegang dan panas pada beberapa bagian tubuh)
5. merusak bagian tubuh dalam (ginjal)
6. pengurangan pendengaran atau penglihatan dan pengurangan
daya ingat.
7. Pemaparan dalam waktu singkat pada kadar merkuri yang tinggi dapat
mengakibatkan kerusakan paru-paru, muntah-muntah, peningkatan tekanan darah atau
denyut jantung, kerusakan kulit, dan iritasi mata.
Anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa terhadap merkuri. Merkuri di ibu yang
mengandung dapat mengalir ke janin yang sedang dikandungnya dan terakumulasi di sana. Juga dapat mengalir ke anak lewat susu ibu. Akibatnya,pada anak dapat berupa kerusakan otak, retardasi mental, buta, dan bisu.
Dampak merkuri bagi lingkungan, antara lain:
1. Mengurangi jumlah klorofil pada tanaman
2. Mengurangi pertumbuhan tanaman
3. Merusak pertumbuhan akar dan fungsinya
4. Merusak daun dan menurunkan produksi
5. Mematikan tanaman
6. Merusak siklus dan rantai makanan
7. Berperan mempercepat punahnya berbagai macam makluk hidup
E. PENCEGAHAN
Berbagai metode sudah banyak yang ditemukan untuk melakukan pencegahan pencemaran logam merkuri, salah satu metode yang sangat murah dan efisein adalah fitoremidiasi. Fitoremidiasi yaitu tekhnologi pencegahan pencemaran polutan berbahaya seperti logam berat, senyawa organik dan lain lain dalam tanah atau air dengan menggunakan bantuan tanaman (hiperkomulator plant). Proses fitoremediasi yaitu:
1. Phytoacumulation : tumbuhan menarik zat kontaminan sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan
2. Rhizofiltration : proses adsorpsi / pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar.
3. Phytostabilization : penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan
4. Rhyzodegradetion : penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas microba
5. Phytodegradation : penguraian zat kontamin
6. Phytovolatization : transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya
Fitoremediasi logam hg dapat menggunakan tumbuhan
Pteris vittata Liriodendron tulipifera Nicotiana tabacum
Limbah atau bahan buangan yang dihasilkan dari semua aktifitas kehidupan manusia, baik dari setiap rumah tangga, kegiatan pertanian, industri serta pertambangan tidak bisa kita hindari. Namun kita masih bisa mencegah atau paling tidak mengurangi dampak dari limbah tersebut, agar tidak merusak lingkungan yang pada akhirnya juga akan merugikan manusia.
Untuk mencegah atau paling tidak mengurangi segala akibat yang ditimbulkan oleh limbah berbahaya dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut; setiap rumah tangga sebaiknya menggunakan deterjen secukupnya dan memilah sampah organik dari sampah anorganik. Sampah organik bisa dijadikan kompos, sedangkan sampah anorganik bisa didaur ulang. Pemerintah bekerjasama dengan World Bank, pada saat ini tengah mempersiapkan pemberian insentif berupa subsidi bagi masyarakat yang melakukan pengomposan sampah kota.
Beberapa manfaat pengomposan sampah antara lain :
• Mengurangi beban volume di TPA
• Mengurangi biaya pengelolaan
• Menciptakan peluang kerja
• Memperbaiki kondisi lingkungan
• Mengurangi emisi gas rumah kaca
Penggunaan pupuk dan pestisida secukupnya atau memilih pupuk dan pestisida yang mengandung bahan-bahan yang lebih cepat terurai, yang tidak terakumulasi pada rantai makanan, juga dapat mengurangi dampak pencemaran air.
F. PENANGGULANGAN
Penanggulangan logam Hg dapat digunakankpenetralan logam berat yang aktif menjadi senyawa yang kurang aktif dengan menambahkan senyawa-senyawa tertentu, kemudian dilepas ke lingkungan perairan, namun pembuangan logam berat non-aktif juga menjadi masalah karena dapat dengan mudah mengalami degradasi oleh lingkungan menjadi senyawa yang dapat mencemari lingkungan. Cara lain adalah pengerukan sedimen yang terkontaminasi, reverse osmosis, elektrodialisis, ultrafiltrasi dan resin penukar ion.
Reverse osmosis adalah proses pemisahan logam berat oleh membran semipermeabel dengan menggunakan perbedaan tekanan luar dengan tekanan osmotik dari limbah, kerugian sistem ini adalah biaya yang mahal sehingga sulit terjangkau oleh industri di Indonesia. Teknik elektrodialisis menggunakan membran ion selektif permeabel berdasarkan perbedaan potensial antara 2 elektroda yang menyebabkan perpindahan kation dan anion, juga menimbulkan kerugian yakni terbentuknya senyawa logam-hidroksi yang menutupi membran, sedangkan melalui ultrafiltrasi yaitu penyaringan dengan tekanan tinggi melalui membran berpori, juga merugikan karena menimbulkan banyak sludge (lumpur). Resin penukar ion berprinsip pada gaya elektrostatik di mana ion yang terdapat pada resin ditukar oleh ion logam dari limbah, kerugian metode ini adalah biaya yang besar dan menimbulkan ion yang ter-remove sebagian.
Menilik pada berbagai kelemahan metode di atas, maka dewasa ini para peneliti sedang menggalakkan pencarian metode alternatif lain. Salah satunya adalah pengunaan mikroorganisme untuk mengabsorpsi logam berat atau biasa disebut dengan bioremoval. Keuntungan penggunaan mikroorganisme sebagai bioremoval menurut Kratochvil dan Voleski (1998) adalah biaya yang rendah, efisiensi yang tinggi, biosorbennya dapat diregenerasi, tidak perlu nutrisi tambahan, kemampuannya dalam me-recovery logam dan sludge yang dihasilkan sangat minim. Dilihat dari keuntungannya itu, maka bioremoval lebih efektif dibanding dengan pertukaran ion dan reverse osmosis dalam kaitannya dengan sensitifitas kehadiran padatan terlarut (suspended solid).
Istilah bioabsorpsi tidak dapat dilepaskan dari istilah bioremoval karena bioabsorpsi merupakan bagian dari bioremoval. Bioremoval dapat diartikan sebagai terkonsentrasi dan terakumulasinya bahan penyebab polusi atau polutan dalam suatu perairan oleh material biologi, material biologi tersebut dapat me-recovery polutan sehingga dapat dibuang dan ramah terhadap lingkungan. Sedangkan berdasarkan kemampuannya untuk membentuk ikatan antara logam berat dengan mikroorganisme maka bioabsorpsi merupakan kemampuan material biologi untuk mengakumulasikan logam berat melalui media metabolisme atau jalur psiko-kimia. Proses bioabsorpsi ini dapat terjadi karena adanya material biologi yang disebut biosorben dan adanya larutan yang mengandung logam berat (dengan afinitas yang tinggi) sehingga mudah terikat pada biosorben. Jenis mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bioabsorpsi Hg terutama adalah (Pseudomonas syring).
Sebagian besar mekanisme pembersihan logam berat oleh mikrooganisme adalah proses pertukaran ion yang mirip pertukaran ion pada resin. Mekanisme pertukaran ion ini dapat dirumuskan sebagai:
A2+ + (B-biomassa) -> B2+ + (A-biomassa)
Mekanisme ini dapat dibagi atas 3 cara yakni berdasarkan metabolisme sel (dibagi atas; proses yang bergantung pada metabolisme dan proses yang tidak bergantung pada metabolisme sel).
Sedangkan jika berdasarkan posisi logam berat di-remove, dapat dibagi atas; akumulasi ekstraseluler (presipitasi), akumulasi intraseluler dan penyerapan oleh permukaan sel. Dan untuk mekanisme yang terakhir adalah berdasarkan cara pengambilan (absorbsi) logam berat.
Cara pengambilan (absorbsi) logam berat dapat dibagi dua yakni :
1. Passive uptake.
Proses ini terjadi ketika ion logam berat terikat pada dinding sel biosorben. Mekanisme passive uptake dapat dilakukan dengan dua cara, pertama dengan cara pertukaran ion di mana ion pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat; dan kedua adalah pembentukan senyawa kompleks antara ion-ion logam berat dengan gugus fungsional seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, fosfat, dan hidroksi-karboksil secara bolak balik dan cepat. Sebagai contoh adalah pada Sargassum sp. dan Eklonia sp. di mana Cr(6) mengalami reaksi reduksi pada pH rendah menjadi Cr(3) dan Cr(3) di-remove melalui proses pertukaran kation.
Gambar.1.6. Proses pasisive uptake Cr pada permukaan membran sel
Sumber : Cossich., et.al (2002)
2. Aktif uptake.
Mekanisme masuknya logam berat melewati membran sel sama dengan proses masuknya logam esensial melalui sistem transpor membran, hal ini disebabkan adanya kemiripan sifat antara logam berat dengan logam esensial dalam hal sifat fisika-kimia secara keseluruhan. Proses aktif uptake pada mikroorganisme dapat terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan dan akumulasi intraselular ion logam.
Menghitung Jumlah Logam berat yang Teradsorpsi
Untuk mengetahui jumlah logam berat yang mengalami proses bioabsorpsi oleh mikroorganisme dapat dihitung dengan pendekatan konstanta Langmuir yaitu :
Q = miligram logam yang diakumulasi per gram
Ceq = besar konsentrasi logam pada larutan
Qmax = maksimum serapan spesifik dari biosorben
b = rasio bioabsorpsi
Perhitungan di atas berlaku pada pH konstan dan untuk bioabsorpsi 1 jenis logam saja.
G. ANALISIS (Control of Polutan)
Dunia industri berperan besar dalam mengakibatkan pencemaran lingkungan terutama yang diakibatkan oleh logam berat. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi bahaya pencemaran ini, namun proses biaya yang sangat mahal membuat para pelaku industri berpikir seribu kali untuk menerapakannya. Sehingga sebagian industri lebih memilih membuang limbahnya kelingkungan sekitarnya. Hal inilah yang mendorong penulis untuk menawarkan salah satu solusi yang murah dan sangat efisien, yaitu penanggulangan logam berat dengan mikrooranisme atau mikroba (dalam istilah Biologi dikenal dengan bioakumulasi, atau bioremediasi).
Beberapa hasil studi melaporkan, penggunaan mikroorganisme untuk menangani pencemaran logam berat lebih efektif dibandingkan dengan ion exchange dan reverse osmosis dalam kaitannya dengan sensitivitas kehadiran padatan terlarut (suspended solid), zat organik dan logam berat lainnya. Serta, lebih baik dari proses pengendapan (presipitation) kalau dikaitkan dengan kemampuan menstimulasikan perubahan pH dan konsentrasi logam beratnya. Dengan kata lain, penanganan logam berat dengan mikroorganisme relatif mudah dilakukan, murah dan cenderung tidak berbahaya bagi lingkungan.
Sianobakteria merupakan organisme selular yang termasuk kelompok mikroalga atau ganggang mikro. Di alam, organisme ini tersebar luas baik di perairan tawar maupun lautan. Sampai saat ini diketahui sekitar 2.000 jenis sianobakteria tersebar di berbagai habitat. Berdasarkan penelitian terbaru, sianobakteria merupakan salah satu organisme yang diketahui mampu mengakumulasi (menyerap) logam berat tertentu seperti Hg, Cd dan Pb. Suhendrayatna (2001) dalam makalahnya, menjelaskan lebih rinci tentang proses penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan mikroorganisme secara umum. Umumnya, penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan mikroorganisme terdiri atas dua mekanisme yang melibatkan proses active uptake (biosorpsi) dan passive uptake (bioakumulasi).
Proses active uptake dapat terjadi pada berbagai tipe sel hidup. Mekanisme ini secara simultan terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan sianobakteria, dan atau akumulasi intraselular ion logam tersebut. Logam berat dapat juga diendapkan pada proses metabolisme dan ekresi sel pada tingkat kedua. Proses ini tergantung dari energi yang terkandung dan sensitivitasnya terhadap parameter yang berbeda seperti pH, suhu, kekuatan ikatan ionik, cahaya dan lainnya.
Namun demikian, proses ini dapat pula dihambat oleh suhu rendah, tidak tersedianya sumber energi dan penghambat metabolisme sel. Peristiwa ini seperti ditunjukkan oleh akumulasi kadmium pada dinding sel Ankistrodesmus dan Chlorella vulgaris yang mencapai sekitar 80 derajat dari total akumulasinya di dalam sel, sedangkan arsenik yang berikatan dengan dinding sel Chlorella vulgaris rata-rata 26 persen.
Suhendrayatna (2001) menambahkan, untuk mendesain suatu proses pengolahan limbah yang mengandung ion logam berat dengan melibatkan sianobakteria relatif mudah dilakukan. Proses pertama, sianobakteria pilihan dimasukkan, ditumbuhkan dan selanjutnya dikontakkan dengan air yang tercemar ion logam berat tersebut. Proses pengontakkan dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang ditujukan agar sianobakteria berinteraksi dengan ion logam berat, selanjutnya biomassa sianobakteria ini dipisahkan dari cairan. Proses terakhir, biomassa sianobakteria yang terikat dengan ion logam berat diregenerasi untuk digunakan kembali atau kemudian dibuang ke lingkungan.
Pemanfaatan sianobakteria untuk menanggulangi pencemaran logam berat merupakan hal yang sangat menarik dilakukan, baik oleh masyarakat, pemerintah maupun industri. Karena, sianobakteria merupakan organisme selular yang mudah dijumpai, mempunyai spektrum habitat sangat luas, dapat tumbuh dengan cepat dan tidak membutuhkan persyaratan tertentu untuk hidup, mudah dibudidayakan dalam sistem akuakultur. Pada akhirnya dengan memanfaatkan sianobakteria dalam system pembuangan limbah industri diharapkan dapat mengurangi dampak negatif pencemaran logam berat terutama merkuri.